Tuesday, March 30, 2010

pajakk..pajakkk...!!!


Anda Pegawai Pajak?? Berarti Anda Salah!!!
Streetlearner
|  29 Maret 2010  |  14:31
2932
92
3 dari 4 Kompasianer menilai Aktual.
Saat ini banyak opini publik yang menyudutkan pegawai pajak. Tak bisa dipungkiri bahwa hal ini terjadi karena adanya kasus Gayus yang meledak. Ditambah lagi dengan adanya semacam paradigma masa lalu yang “suram” tentang pegawai pajak. Gosip-gosip nyinyir pun mulai bertebaran baik di dunia maya atau di dalam realita kehidupan masyarakat.
Kasus Gayus ini memang sangat memukul instansi kami. Bahkan ada salah satu anggota DPR (yang ternyata belum punya NPWP!!! Bayangkan!!) yang sampai mengomentari bahwa remunerasi dari dirjen pajak harus di kaji ulang.
Dalam tulisan saya ini, saya akan berusaha seobjektif mungkin utntuk menjawab berbagai macam kritikan yang ada. Yang terkadang, menurut saya, kritikan itu salah alamat. Seharusnya kritikan itu ditujukan ke instansi lain, bukan ke kami. InsyaAlloh akan saya jelaskan di bawah.
Pernah ada yang bertanya di dalam forum; “Kenapa tulisan anda kok bersifat defensif?”. Memang dalam tulisan saya ini bersifat defensif karena saya membela diri terhadap berbagai macam asumsi salah yang beredar di masyarakat. Bisa juga sih saya bikin offensif, tapi saya pikir, tulisan saya mungkin tidak bersifat konstruktif. Malah menjelekkan berbagai macam instansi yang lainnya. Kalau masalah ini, saya biarkan masyarakat sendiri yang menilainya setelah membaca tulisan saya.
Okey, kita mulai konfrensi pers ini (cie ileeeh…)

  1. Pegawai Pajak = sejenis dengan Gayus
Please, sedikit dewasalah. Apakah karena kelakuan sekian oknum lantas langsung menyalahkan kami atas nama instansi? Jangan di generalisir dong. Ini ibarat ada keluarga yang baik, namun punya satu anak yang brengsek di antara banyak anak yang lainnya, lantas langsung memvonis bahwa satu keluarga itu adalah keluarga brengsek.
Masih banyak rekan-rekan kami yang jujur lho. Yang kek gayus itu spesies yang hampir punah di instansi kami. Biar lebih objektif, cobalah pada main ke kantor pajak. Nikmati pelayanannya. Gratis-tis-tis dan dilayani dengan ramah.
Atau, silahkan nikmati ebook dari kami. Kami buktikan bahwa banyak rekan kami yang jujur dan amanah.
Di dalam ebook itu ada rekan-rekan kami yang jujur, amanah dan professional. Bahkan dalam beberapa cerita ada diantara dari mereka yang mampu menolak uang “terima kasih” yang dulu pernah ada (dan sekarangpun masih ada). Mungkin mudah bagi kita untuk berkata anti korupsi, lawan korupsi. Namun ternyata kata-kata itu terkadang tak ada makna ketika langsung menghadapi realita yang ada. Dan dalam ebook itu terbukti ketangguhan rekan-rekan kami dalam melawan korupsi dan menegakkan idealisme yang ada.

  1. Orang pajak kurang ajar! Nilep uang kami! Korupsi uang kami!
Emang bisa? Please, pelajari sedikitnya alur keuangan negara sebelum ngeluarin statement seperti itu. Kesan yang ada kok konyol sekali. Terlebih apabila pendapat ini dikeluarkan oleh mahasiswa atau seorang “ahli keuangan”. Please, suatu pendapat mbok ya didasarkan ama ilmu atau fakta. Dan kalau ada fakta, tolong disajikan fakta yang lain pula jika ada.
Uang yang anda bayar, itu di bayar lewat bank atau kantor pos. Jadi ga ada sejarahnya kalau bayar pajak di kantor pajak. Yang kami lakukan adalah mengadministrasikan bukti bayar pajak anda yang terlampir dalam SPT Masa atau SPT tahunan.
Uang yang sudah masuk ke rekening negara sudah tidak bisa kami otak-atik. Kecuali ada prosedur pengembalian pajak yang lebih bayar (anda bayar pajaknya melebihi seharusnya yang terhutang) atau pengembalian yang tidak termasuk kena pajak.
Tenang saja, uang anda insyaAlloh aman dari utak-atik iseng pegawai pajak setelah masuk ke rekening negara. Keisengan oknum pajak, terjadi biasanya ketika masa penghitungan pajak, ketika wajib pajak belum membayarkan dan melaporkan kewajiban pajaknya.
Nah, di masa hitung-bayar pajak ini rawan penyimpangan. Baik karena keisengan oknum pajak atau dari sisi pembayar pajak.
“Emang pembayar pajak juga bisa iseng?”
Weits! Jangan salah. Sudah banyak kasusnya bahwa ada pengemplang pajak dari pembayar pajak. Modusnya bermacam-macam. Contohnya; mengecilkan omzet, mengecilkan laba, memanipulasi biaya (yang ini-ini termasuk “memasak” Laporan Keuangan), membuat SSP (Surat Setor Pajak) palsu, menunda pembayaran pajak sehingga uangnya mengendap dan bisa di depositokan.
Dan dari sekian proses diatas tadi, bisa dilakukan oleh siapa saja. Bukan hanya pegawai pajak, namun oleh pihak-pihak yang berhubungan di bidang keuangan.
Yang justru harus anda awasi adalah penggunaan secara langsung uang pajak anda. Uang pajak yang anda bayar itu seluaruhnya masuk ke dalam APBN/APBD. Dikelola oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Pengelolaan ini sudah jadi di luar bidang kami. Pengelolaan ini di tangan pemerintah. Terkadang kami merasa miris dengan pengelolaan keuangan berbagai instansi yang terkesan amburadul. Itu uang pajak anda, dan termasuk salah satu kerja keras kami untuk mengumpulkannya dan melaporkan kewajiban administrasinya. Kami juga ingin protes; “Woy!!! yang amanah dong make uang itu”. Tapi apa daya, sudah beda instansi, berarti beda dapur dan beda kebijakan.
Jadi please, sebelum menuduh, pelajari dulu tuduhannya. Pelajari dulu bagaimana modusnya. Jangan asal bunyi. Kelihatan konyol khan?

  1. Orang pajak bertanggung jawab atas pengelolaan pajak
Wah, lihat tulisan nomor 2 deh. Yang mengelola bukan kami. Kami hanyalah bersifat administrator saja.
Jadi, kalau anda ingin mengeluh tentang jalan yang rusak, bengunan pemerintah yang amburadul, jembatan yang asal jadi, taman yang berantakan. Mengeluhlah ke Dinas PU. Jika mengeluh terhadap pelayanan publik macam membuat KTP, mengurus perijinan yang ribet, mengeluhlah ke Pemda.
Itu diluar bidang kami gan. Pengelolaan dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dan peran aktif anda untuk turut berpartisipasi dalam pengawasan pengeloaan dana. Karena itu uang anda. Uang kerja keras anda.
Kritis memang perlu, tapi mbok ya beri keluhan yang konstruktif. Kemarin ada yang mengusulkan revolusi. Biar negara hancur dan kemudian pulih sendiri. Yaelah, itu pendapat konyol. Semuanya butuh proses untuk perubahan Gan. Juragan harus paham bahwa untuk perubahan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh proses. Dan setiap proses butuh kesabaran. Ingat, bayi yang baru lahir tidak dapat langsung diajak lari marathon…

  1. Jadi orang pajak enak yah, gaji selangit..
memang, dalam gaji dan tunjangan, kami “lebih” dibandingkan dengan instansi lainnya. Tapi jangan salah, sebentar lagi ada modernisasi di instansi yang lainnya. Kami di departemen keuangan, termasuk pionir, jadi yang pertama mengawali.
Tapi jangan salah yah, kami juga memiliki konsekwensi yang berat dalam pertanggung jawabannya. Kalau telat gaji kami dipotong 1,25% meski cuma semenit, paling rendah potongan sebesar 50 ribuKalau tidak masuk dipotong 200 ribu paling rendah. 5X terlambat dalam 1 bulan dapet surat peringatan, perulangan berkali-kali dapet sanksi kartu kuning. Berat gan.
Kami juga bertanggung jawab terhadap lebih dari 70% penerimaan negara. Kerja kami lelet, duit buat kerja negara bakal seret. Bangunan bakal terbengkalai, taman bakal amburadul pelayanan publik bakal seret seandainya target kami yang tercapai hanya 50%.
Berat gan. Juragan pengen tahu apa tugas saya? Ini lho; visit, bikin himbauan, ngenain sanksi pajak, bikin analisa, surat masuk-surat keluar, sosialisasi, perekaman data masuk, minta konfirmasi data dari pihak ke 3 maupun internal, bikin surat-surat administratif, daaaan sebagainya.
Kadang pusing juga ngadepin yang kek gituan. Apalagi konsultasi. Kadang sampai berbusa-busa ngejelasin berbagai masalah pajak, eh yang di jelasin kaga’ ngerti-ngerti juga. Kadang pengen buka layanan sms: ketik (spasi) hanung kirim ke 9999 buat layanan konsultasi pajak, tapi apa daya, lebih nge-booming sms primbon daripada itu.
Kerja ini-itu, tuntutan anu dan ani. Capek pak… tapi itulah… konsekwensi yang harus kami jalani…

  1. Boikot Pajak
Apakah anda tahu kalau 70% lebih penerimaan berasal dari pajak? Penerimaan negara berarti duit untuk membiayai berbagai fasilitas umum yang dinikmati oleh rakyat.
Lalu ada yang protes, “Fasilitas banyak di salah gunakan oleh pejabat, beli mobil mewah, jalan-jalan ke luar negeri daaaan segepok masalah lainnya”.
Okey, lalu jalan yang anda lewati, bangunan umum yang anda pakai, terminal yang anda singgahi, pelabuhan yang anda tinggali.. eh, yang anda lewati juga. Itu pembiayaannya berasal dari pajak-pajak yang anda bayarkan.
Mengenai pengeloaan yang terkesan dipakai sembarangan oleh pengelola keuangan negara, kami sebagai aparatur pengumpul pajak terkadang merasa miris juga lho. Udah capek-capek lembur ngumpulin recehan demi recehan, eh dipake orang kayak punya pohon duit aja.
Tahukah anda siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan ketika ada pemboikotan pajak? Yang diuntungkan tentunya pembayar pajak besar, yang pajaknya sudah ratusan juta, yang sudah milyaran yang sudah trilyunan. Merekalah yang paling diuntungkan.
Sedang siap yang dirugikan? Justru pembayar pajak yang tertibSedangkan anda adalah pembayar pajak yang tertib. Anda membeli barang dan menikmati jasa, kena pajak. Anda bekerja, sudah dipotong pajak. Anda pembayar pajak yang tertib sebenarnyaAndalah yang paling dirugikan jika ada pemboikotan pajak.

  1. Pajak Daerah dan Pajak Pusat
Banyak yang protes juga tentang pajak daerah dan pajak pusat. Tahukah anada bahwa ada 2 jenis pajak? Pajak Daerah dan Pajak Pusat.
Pajak Daerah adalah pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah. Ada 2, pajak provinsi dan pajak kabupaten.
Pajak Propinsi: Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor, Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
Pajak Kabupaten/Kota: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, Pajak Parkir.
Pajak Pusat adalah pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat. Pajak-pajaknya adalah; Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), Bea Meterai, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Jadi tolong dibedakan antara pertanggungjawaban dan pengelolaan masing-masing
Hanung Teguh Martanto
Account Representative Waskon 3 KPP Pratama Banda Aceh

No comments: